Tuesday, July 22, 2014

Konspirasi Internasional di Indonesia

Yesterday, I read a book with title “Reformasi Kesejahteraan Aparatur Negara”. This book is still outstanding even though it is published in 2010 (4 years ago). The book tells an abundance explanation about pension fund and a little international confederation. Personally, it is more interesting for me to read about the explanation of International Confederation.

Sorry, it has been a long time I didn’t write any opinion. I lost my writing ability, it is different with 2-4 years ago, when I was an undergraduate student (OMG, I want to study again). Sorry, I don’t think that plagiarism is a criminality. So, here it is what the book say:

KONSPIRASI INTERNASIONAL

“Dengan adanya kebutuhan untuk menutup deficit nereca pembayaran luar negeri dan untuk pembiayaan pembangunan maka sejak bertahun-tahun Indonesia sangat tergantung kepada hutang luar negeri sampai terakumulasi dalam jumlah yang sangat besar dan berat untuk dibayar kembali. Beban hutang luar negeri menjadi semakin parah pada saat terjad penurunan nilai mata uang rupiah yang sangat signifikan.
Hutang luar negeri diantaranya berasal dari Negara-negara donor yang tergabung dalam International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Pendirian kedua lembaga keuangan internasional tersebut didasarkan atas kesepakatan Bretton Woods pada tahun 1945. Sejak tahun 1970 IMF telah mengeluarkan Special Drawing Rights (SDRs) sebagai pengganti emas dan dapat digunakan sebagai cadangan uang luar negeri. Julah SDRs dapat ditentukan oleh IMF sepanjang dianggap perlu untk meningkatkan cadangan internasional untuk menumbuhkan perdagangan dan ekonomi dunia.
Menilik dari motif pendirian dan sumber pendanaan IMF tersebut jelas menunjukkan bahwa system pinjaman luar negeri yang dijalankan IMF mempunyai unsur riba dan didasarkan kepada mata uang yang riba pula. Dalam kolom Renungan Ramadhan di harian Media Indoensia tanggal 10 November 2003, Nurcholis Madjid menulis artikel dengan judul “Riba adalah Perbuatan Paling Haram”. Dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa Allah memberikan peringatan yang sangat keras mengenai riba ini sebab dapat menjurus kea rah perbudakan (exploitation human by man).
Penjelasan Cak Nur tersebut sanga relevan dengan kondisi Indonesia akhir-akhir ini. Masih jelas dalam ingatan kita bagaimana seorang Campdesu yang saat ini menjadi Presiden Direktur IMF dengan sangat ponghanya menyaksikan manan Presiden Suharto yang tengah mendandatangani Letter of Intent (LOI) untuk mendapatkan tambahan hutang luar negeri pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang sangat parah.
Kesan proses penindasan manusia kepada manusia lainnya (exploitation human by man) juga dapat dengan jelas disaksikan dari berbagai tuntutan IMF terhadap pemerintah Indonesia untuk melakukan apa saja yang dapat menguntungkan negara-negara donor yag tergabng IMF tersebut. Di antaranya termasuk tekanan IMF untuk melakukan privatisasi yang berarti harus menjual asset-aset negaar kepada Negara-negara tersebut dengan harga yang murah. “

“Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sudah menjadi penyakit yang sangat kronis bagi bangsa Indonesia dan sudah berlangsung hampir di seluruh lembaga dan meliputi semua aspek kehidupan. Data terakhir menunjukkan bahwa Indoensia masih tergolog yang mempunyai tingkat korupsi yang tinggi di dunia. Berdasarkan corruption index yang dikeluarkan oleh lembaga internasional, Indonesia menduduki peringkat yang tertinggi di Asean dengan angka indeks 2,15; Philippina 3,92; Thaland 5.18; Malaysia 7,38; Singapura 8,22.
Kondisi ini tentunya menjelaskan suatu tingkat korupsi yang sangat luar biasa cakupannya, termasuk aparatur negara serta pejabat negaranya. Sebagai dampak dari praktek-praktek KKN tersebut, maka Indonesia mengalamai krisis yang berkepanjangan dan timbulnya bencana yang terus-menerus. Negara-negara di Asean yang terkena krisis akibat krisis moneter yang dimulai tahun 1997 telah mulai menunjukkan perbaikan ekonominya. Namun Indonesia bahkan terperososk menjadi krisis yang berlarutlaut bahkan bertambah menjadi krisis moral dan akhlak. Kondisi ini diperparah dengan munculnya berbagai bencana alam yang melanda di seluruh pelosok tanahair. Bencana gnug berapi, banjir, tsunami telah menambah penderitaan dan memperparah keadaan serta menambah beban keuangan negara.
Patut diduga bahwa akibat pembiayaan pembangunan dengan menggunakan sumber pembiayaan yang kotor dan ribawi serta APBN yang kotor, maka terjadilah berbagai bencana dan krisis termasuk korupsi.
Sebagi resultante dari berbagai permasalahan tersebut maka kemiskinan di Indonesia semakin mengingkat. Data dari ILO menunjukkan bahwa jmlah masyarakat yang miskin meningkat dari 34,5 juta pada tahun 1996 menjadi 38,4 juta pada than 2002. Jumlah ini berkisar 18%-24% dari jumlah penduduk dan kebanyakan terjadi di sector pertanian yan gmencapai 57%-70%. Ha ini menunjukkan bahwa kebijakan penciptaan laparngan kerja tidak berjalan optimal dan keadaan ini juga diakibatkan oleh adanya kendala dalam pembiayaan investasi jangka panjang.”
“Sebagai akibat dari krisis ekonomi dan moneter yang sangat hebat sejak tahun 1997 dan akibatnya sangat terasa bagi seluruh sendi perekonomian bahwa kehidupan bangga dan negara Indonesia, maka, Presiden soeharto setuju meminta bantuan IMF. Lewat perjanjian yang disepakati, IMF setuju untuk memberikan paket pinjaman bersyarat senilai $ 36 miliar selama 1997-2003. Namun sesuai dengan surat sanggup atau Letter Of Intent (LOI) yang ditandatangani Indonesia harus menjalani reformasi dan pembatasan-pembtasan yang ketat, mulai dari penutupan bank, penjualan Aset BUMN hingga menaikkan suku bunga, menimbulkan gelombang protes dan kemarahan. Namun demikian, nasehat-nasehat IMF banyak yang justru salah arah. Dalam surat kabar Kompas dan Tempo tanggal 14 November 2003 tertulis peryataan dari Asisten Direktur IMF untuk Asia Pasific Charles Adams di Bangkok, Thailand seperti dikutip AFP yang menyatakan “Kami mengakui telah melakukan kesalahan selama mengagani krisis di Asia. Tiak semua orang sependapat dalam hal apa pastinya kesalahan-kesalahan itu.” Dalam Koran /tempo tanggal 24 Juni 2004 Lembaga Pengawas Independen IMF (The Independent Evaluation Office) dalam laporan terbarunya menyebutkan, IMF telah gagal memahami problem utama krisis yang dihadapi Indonesia pada 1997. IMF juga telah melakukan kesalahan dengan memberikan nasehat dan jalan keluar yang kurang tepat bagi Indonesia dalam mengatasi krisis ekonominya.
Indikasi terjadinya konspirasi internasional untuk melemahkan negara dan bangsa Indoensia dapat tercermin dari Pengakuan Perkins. Perkins yang warganegara Amerika Serikat menuliskan pengalamannya selama menjadi “hit-man” dalam bukunya “The Confessions of an Economic Hit Man” mengakui bahwa selama masa tugasnya yang pertama kali di luar negeri adalah di Indonesia. Selama itu dia tinggal Hotel Borobudur dengan tujuan untuk membuat Indonesia menjadi negara yang selaanya sangat tergantung dengan pinjaman luar negeri. Dengan memanipulasi laporan keuangan proyek untuk memudahkan mendapatkan dana dari luar negeri kemudian menjerumuskan negara ini ke dalam jurang utang yang terus menerus dan sulit untuk dibayar. Setelah tergantung dari pinjaman, maka kemudian mencoba dihancurkan ekonominya dengan jalan penguasaan sumber alam dan sumber daya ekonominya. Upaya yang dilakukan selama itu antara lain menyebarkan berita kebohongan dengan mengatakan bahwa ekonomi Indoensia semakin baik fundamennya kuat dengan memanfaatkan pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan international.
Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia lebih mandiri sebagai bangsa dan negara. IMF telah mengakui kesalahannya dalam memberikan nasehat kepada Indonesia. Namun demikian, Indonesia telah terlanjur dilanda krisis yang berkepanjangan, PHK merajalela, kemisikinan dan pengangguran di mana-mana, serta penguasaan asset-asset nasional oleh pihak asing sebagai akibat privatisassi,serta terjadinya low trust society.
Selama ini Indoensia telah mengikuti nasehat IMF dengan mentah-mentah tanpa suatu penelitian dan pendalaman terlebih dahulu. Jikapun telah melalui pengkajian berarti diterima karena kebodohan kita. Apakah dengan demikian IMF akan dengan serta merta membebaskan Indonesia dari beban hutang  kepada mereka? Tentunya mereka tidak akan melakukan hal itu, karena mungkin memang kondisi demikianlah yang diharapkannya sehingga Indoensia semakin tergantung kepada nasehat dan bantuannya. Bila perlu Pemerintah harus mengajukan claim of damage kepada IMF.”

Those paragraphs are taken from Reformasi Kesejahteraan Aparatur Negara book, written by Drs. Achmad Subianto, MBA., and published by Yayasan Bermula dari Kanan in 2010.
I think this book is also recommended to read:
  Perkins, John, Confessions of An Economic Hitman, Berret-Khler Publishers, Inc, San Fransisco, 2004.
  Pilger, John, The New Rulers of The World, Verso, London, 2003.
  Sachs, Jeffrey, The End of Poverty, Economic Possibilities for Our Time, Penguin Press, New York, 2005
  Prawiro, Radius, Pergulatan Indonesia Membagnun Ekonomi, Pragmatisme dalam aksi, PT. Primamedia Pustaka, Jakarta, 2004
  Choeryanto Syaifoel, Ekonomi Indoensia, Penurunan dan Langkah Penanggulangan, Lembaga Penerbit FEUI, 2002.

READ MY RELATED POST ABOUT INTERNATIONAL CONSPIRATION IN INDONESIA: http://moyajanganmoyan.blogspot.tw/2014/07/konspirasi-internasional-di-indonesia.html

1 comment: