Awalnya saya sering salah tulis menjadi hak perogratif :)
Hak prerogatif preseiden adalah hak yang melekat langsung
hanya kepada presiden baik dalam kapasitas sebagai kepala Negara maupun kepala
pemerintahan. Hak tersebut bersifat mutlak dan tidak dapat dimonopoli oleh
Presiden. Pada saat mengeksekusi hak tersebut, Presiden tidak boleh diganggu
dengan cara apapun. Meskipun dalam praktiknya, selalu saja ada berbagai upaya
untuk mempengaruhi presiden dalam mengambil keputusan terkait hak
prerogratifnya.
Dalam konteks Negara demokrasi tidak boleh ada pengambilan
keputusan yang sama sekali nihil dari ruang diskursus public. Demikian pula
halnya dengan pelaksanaan hak prerogratif presiden. Masukan dan diskusi public
terkait pemilihan anggota cabinet dan Jaksa Agung, misalnya tentulah
dimungkinkan.
Itulah sebabnya, waktu itu Presiden SBY dalam memilih anggota
kabinetnya, baik KIB Pertama aupun KIB II, melakukannya dengan semacam fit and
proper test di Cikeas. Walaupun akhirnya, bagaimanapun masukan dari berbagai
sumber, hasil akhirnya, Presiden SBY sendri yang kemudian mengambil keputusan.
Tentu saja tidak semua puas, namun itulah arti, makna dan konsekuensi
pelasanaan hak prerogatif presiden.
Pembatasan kewenangan konstitusional presiden tersebut
berbanding terbalik, berbeda seratus persen delapan puluh derajat, dengan
kewenangan konstitusional presiden sebelum reformasi. Karena, pembatasan dan
pengurangan kewenangan kostitusional
presiden itu memang respon langsung atas kewenangan kostitusional presiden
sebelum reformasi yang dinilai terlalu besar dan tanpa control. Karenanya,
dengan mudah dapat disimpulkan bahwa kewenangan konstitusional preseden era
reformasi, setelah perubahan UUD 1945, jelas lebih kecil dan terbatas
dibandingkan presiden sebelum refrmasi. Atau jika dipersonifikasikan,
kewenangan konstitusional Presiden Habibie, Gus Dur, Megawati, dan utamanya
Presiden SBY jauh lebih terbatas dibandingkan kewenangan konstitusional Presiden
Soeharto.
Source: Indonesia Optimis Book.
Source: Indonesia Optimis Book.