Tuesday, October 5, 2010

Aku janji, honey


Hari ini Bakti pulang ke Indonesia. Walaupun ia baru setahun sekolah disana, tapi Bakti sudah rindu pada Leisya yang tidak lain pacarnya. Sayangnya Leisya tidak dapat menjemput Bakti yang akan pulang ke Indonesia, karena ia harus UTS (Ujian Tengah Semester).
Sesampainya di Indonesia, Bakti menemani Ibunya ke mall. Mau gak mau, Bakti terpaksa menemani Ibunya itu. Walaupun rasa letih akibat perjalanan 2 hari 2 malam masih menempel di tubuhnya. Bakti melihat Leisya sedang berpelukan dengan lelaki lain. Parahnya Bakti tidak mengenal cowok itu. Bakti menghampiri cowok itu, dan sebuah tonjokkan pun berhasil ia luncurkan dari landasannya. Hidung cowok itu mengeluarkan darah.
“Bakti kamu apa-apaan sih? Mau sok jagoan, hah? Kalau mukul orang jangan ngasal.dia temen aku.” Leisya langsung membentak Bakti dengan wajah yang sangar.
“Sya, kita kan udah buat perjanjian. Kok malah loe langgar sih? Oh, atau loe udah lupa sama perjanjian kita?”
“Aku inget kok, Waktu itu, waktu sebelum kamu pergi ke Ausi, kita janji kalo kita tuh boleh pacaran sama orang lain, tapi pas aku ke Ausi kamu harus mutusin cewek kamu yang di Ausi, atau pas kamu pulang ke Indonesia, aku harus mutusin cowok aku yang di Indonesia. Itu kan?”
“Kalau kamu inget, kok kamu langgar sih? Bilang Sya, bilang kalau kamu udah bosen sama aku. Mungkin emang di mata kamu, aku bukan cowok yang terbaik. Tapi jangan kayak gini caranya. Bilang aja kalo mau putus! Kalo kamu gak mau mutusin dia.. Itu berarti kamu lebih milih dia dibanding aku. Sekarang aku minta kamu pilih. Dia atau aku?” wajah Bakti menunjukkan bahwa dia memang sedang marah. Matanya tajam masuk sampai ke retina mata Leisya.
“Bakti, aku gak ngelanggarnya, dia Ferdi mantan aku. Orang yang suka aku ceritain sama kamu. Selama kamu di Australi, aku jadiannya ya sama dia. Dan begitu aku tahu kamu bakal pulang, aku mutusin dia.”jawab Leisya dengan memasang mimik wajah penuh harap agar Bakti percaya dengan kejujuran yang baru saja dikatakannya.
“Tadi kita cuma....tadi aku mau jatuh, terus dia nahan aku. Masa dia ngebiarin aku jatuh! Kamu harus percaya sama aku. Aku gak bohong, aku gak akan ngehianatin kamu, Bak.” Leisya menjelaskan kepada Bakti muka yang memelas dan mata berkaca-kaca, membuat wajah Bakti memerah malu. Ketika ia hendak meminta maaf dan menjulurkan tangannya tapi cowok itu malah memalingkan wajahnya ke arah lain dan pergi.

***
Leisya dikejar-kejar seekor ular. Jauh didepannya ada Bakti yang melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Leisya. Ular itu terus mengejar Leisya.  Leisya berlari kearah Bakti sambil memanggil-manggil Bakti. Namun semakin lama Bakti semakin menjauh. Leisya terjatuh dan ular itupun semakin dekat, ketika ular itu akan menggigit Leisya, Leisya terbangun dari mimpi buruknya.
“Mimpi yang aneh.”pikir Leisya. Handphone Leisya berbunyi. Leisya langsung memburu ke kamarnya mengangkat telepon. Semoga saja Bakti, karena akhir-akhir ini ia sama sekali belum menghubungi Leisya. Diteleponpun tidak aktif . Disms tidak dijawab. Sayangnya ternyata Ferdi yang menelepon. Ia akan menjemput Leisya dinner hari ini.
Acara makan, cukup akrab tapi ada satu hal yang mengganggu pikiran Leisya. Mimpi aneh tadi malam. Jangan-jangan Bakti mau meninggalkanku. Kenapa akhir-akhir ini ia susuah dihubungi? Apalagi udah 2 bulan gak ketemu. Konflik batin mulai membuat Leisya gelisah.
 “Sya, bukannya itu Bakti? Sama siapa tuh? Mesra banget. Jangan-jangan ceweknya!” ujar Ferdi menuntaskan lamunan Leisya. Leisya menengok ke belakang. Dilihatnya mereka sedang berpegangan tangan dengan mesra. “Bakti, ia……selingkuh? Gak mungkin, gak mungkin.” Lesya mendengus kesal. Kata-kata kotor pun terlontar dari mulut Lesya. Dan diakhiri satu tamparan ke Bakti. Cewek yang ada di samping Bakti pergi. Bakti bukannya menjawab pertanyaan Lesya, tapi malah pergi meninggalkan Lesya. Membuat Lesya terbengong dengan berbagai pertanyaan di benaknya.

***
Lesya tidak henti-hentinya menangis. Untunglah Vira datang menghiburnya. “Sya, daripada lo mikirin Bakti, mendingan cari aja yang baru, repot amat sih? Masih banyak ikan di laut yang tergila-gila sama loe.”
Tiba-tiba  suara bel pintu berbunyi.
“Siapa sih? Malem-malem masih namu juga.”sambil menghapus air mata yang mengalir di pipinya yang chabi itu.
“Heh, lo nyindir gue? Bilang dong dari tadi, tau gitu gue pergi aja dari tadi.” Kata Vira sambil memasang muka cemberut.
“Hahahahaha, ya sorry sayang, loe kan bukan tamu di rumah ini. Pintu rumahku selalu terbuka lebar untukmu. Bukain pintunya, ya!” ujar Lesya sambil mencubit kedua pipi Vira.
“Masa? kalau gue bukan tamu, trus apa?”
“Pembokat gue, hehehe. Udah-udah becanda kok, bukain sana.” Sambil mendorong Vira agar segera membukakan pintu.
“Sya cepet ke luar, ada kejutan buat loe. Loe pasti seneng banget deh!” dengan semangat Vira menarik tangan Lesya untuk bergegas ke luar rumah.
“Kejutan? Jangan-jangan Bakti, ya apalagi kejutan yang bikin gue seneng selain Bakti.”pikir Lesya yang sangat berharap itu Bakti.
Sampai di pintu, bunga-bunga mawar bertebaran di atas tanah dan mengarah ke suatu tempat seolah siap mengantar Lesya menuju Bakti.
“Ra, gue nervous banget nih, gue kan malu kalau Bakti ngeliat muka gue yang lagi sembab, trus gimana kalau dia tahu kalau gue abis nangis, trus gue gak tau harus ngomong apa, gimana kalau dia mau nyium gue padahal kan gue belum gosok gigi, gimana kalau……”
“Stop-stop. Udah Sya, semua yang lalu udah biarin aja. Sekarang gimana ke depannya. Sebaiknya loe lebih ngebuka diri loe, masih banyak cowok yang care sama loe. Walaupun Bakti udah bikin loe jadi dilemma kayak gini, loe harus maafin dia. Dan jangan sampai dia berhasil bikin loe jadi lebih terpuruk lagi. Gue yakin, dan gue setuju kalau orang yang udah nunggu di sana adalah yang terbaik buat loe, dia saying banget sama loe. Setelah semua yang loe jalanin, mungkin ini balasannya. Loe emang pantes ngedapetinnya, Sya. Sekarang loe jalan nurutin ke arah mana mawar-mawar itu dan setelahnya terserah loe. Gue yakin segala keputusan yang loe ambil adalah yang terbaik buat loe.”
Lesya berjalan mencari ujung dari tebaran mawar-mawar itu menuju ke kolam renang. Kini ia berada di ujung mawar-mawar itu. Dilihatnya ke sekeliling tapi tak ada orang. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Spontan Lesya menengok ke belakang. Seorang lelaki yang wajahnya terhalangi oleh seikat bunga-bunga mawar putih yang digenggamnya, berambut mohawk, di telinga kirinya terpasang anting perak, bertubuh tinggi, kulitnya putih, dan memakai jas dan setelan putih, celana putih, benar-benar membuat Leisya ternganga. Bakti gak pernah seromantis ini. Cowok itu berkata “Hai, Sya.”
Tunggu, Gue kenal suara ini. Dia……dia bukan Bakti…dia… . Leisya menarik tangan kiri lelaki itu, dan Leisya menjadi semakin yakin bahwa lelaki yang sedang berada di depannya itu bukanlah Bakti. Hatinya terpecah berkeping-keping. “Ferdi, loe ngapain di sini? Mana Bakti?”
“Kenapa loe malah nanya ke gue? Mana gue tahu dimana Bakti. Kenapa sih Sya, disaat kayak begini loe masih mikirin dia. Yang ada di depan loe bukan Bakti, tapi gue Ferdi. Kapan loe sadar kalau ternyata orang yang loe sayaing selama ini adalah seorang pecundang. Setelah dia ketahuan selingkuh dia gak berani buat ketemu lagi sama loe. Asalnya gue mau minta sama loe buat jadi cewek gue. Gue kira loe udah bisa ngelupain Bakti. Tapi ternyata gue salah. Anggep aja hari ini gak ada, Sya. Gue sayang sama loe, gue gak mau loe sakit hati terus-terusan. Gue mau loe lupain Bakti atau loe lupain gue.” Ferdi kemudian pergi meninggalkan Leisya. Tiba-tiba kepala Leisya mendadak pusing, penglihatannya menjadi kabur, gelap, dan berkunang-kunang.

***
“Sya, sya…”Ferdi berusaha membangunkan Lesya. Mata Lesya perlahan-lahan terbuka. “Aduh, kepala gue pusing banget” dilihatnya Ferdi dan Vira yang berada di sampingnya.
Alhamdulillah, akhirnya loe udah bangun Sya. Gue mau ngambil handuk sama air putih dulu.”kata Ferdi.
“Tadi loe kecebur ke kolam renang, loe kenapa Sya? Bukannya loe juara renang? Masa kecebur bukannya berenang malah diem aja. Untung loe ditolong Ferdi. Tadi pas pingsan, loe kerasa sesuatu gak? Ya, misalnya ada something yang bergetar gitu.” ujar Vira.
“Gak tau gue gak inget, kepala gue rasanya kok berat banget.”jawab Lesya sambil memijit-mijit kepalanya.
“Huah, dasar masa tadi loe gak ngerasa pas Ferdi ngasih ciuman buatan buat loe. Orang diciumnya sampai beberapa kali kok. Gue khawatir banget sama loe. Entah gimana kalau gak ada Ferdi. Ya kan, Sya?”Vira menggoda Leisya.
“Masa sih? Gue gak ngerasa apa-apa tuh. Emang sih, tadi sesudah Ferdi nembak gue terus mata gue kunang-kunang gitu. Terus tahu-tahu gue udah ada disini.
Hua..itu berarti gue udah first-kiss dong? Tapi gue gak ngerasain apa-apa. Ra, apa gue harus terima dia aja ya?”
“Gue kan udah bilang, Sya. Semua keputusan ada di tangan loe. Loe yang ngejalanin. Loe mau milih Ferdi yang selalu ada buat loe atau Bakti yang sekarang entah ada dimana. Yuk, gue Bantu loe ke kamar.” Kata Vira membantu Leisya bangun dari sofa menuju ke kamarnya. Ferdi datang ke kamar Leisya, “Sorry ya lama, soalnya tadi masak air dulu.”
“Fer, tolong kompres Leisya dulu ya, gue mau ke bawah masak bubur.”ujar Vira sambil berlari menuruni tangga.
Di kamar hanya tinggal Ferdi dan Leisya. “Fer, makasih ya, loe mau nolongin gue, padahal gue udah ngecewain loe. Soal yang tadi……”
Telunjuk Ferdi menutup bibir Leisya seolah mencegah Leisya untuk meneruskan ucapannya. Leisya memegang tangan Ferdi dan bertanya “Apa tawaran loe yang tadi masih berlaku? Gue mau kok Fer, jadi cewek loe.”ucapan Leisya yang tiba-tiba itu membuat tangan Ferdi lemas.
“Loe serius?”tanya Ferdi.
“Ya iya lah Fer, kenapa gak? Toh selama ini loe udah ngebuktiin sebesar apa cinta loe sama gue. Dan Bakti…”telunjuk Ferdi menutup bibir Leisya membuat Leisya kembali tidak meneruskan kalimatnya. “Gue seneng, Sya gue seneng banget.” Bibir Ferdi menyentuh bibir Leisya yang mungil itu.

***
Sudah 2 bulan Leisya dan Ferdi berpacaran. Tapi hati Leisya masih memikirkan Bakti. Ia selalu merasa bahwa Bakti masih mencintainya. Akhir-akhir ini Leisya suka melamun, bahkan ketika menyebrang di jalan. Tiba-tiba seorang tukang koran yang sedang mengendarai sepeda menabraknya hingga terjatuh. Lelaki itu langsung kabur bersama sepedanya yang berwarna merah. Leisya mengejarnya sambil terpincang-pincang kemudian ia mengambil batu yang berada di depannya. Dilemparnya batu itu ke ban sepeda orang yang telah menabraknya. Lelaki itu terjatuh dan Leisya langsung mengejarnya. Dibukanya topi lelaki tersebut, begitu kagetnya Leisya begitu melihat ternyata lelaki tersebut adalah orang yang sangat disayanginya. Badan Leisya tiba-tiba lemas, jantungnya berdetak begitu cepat.
“Bakti? Kamu, jadi tukang koran? Aku gak percaya, sebenarnya apa yang terjadi?” Tapi Bakti tidak menghiraukan pertanyaan Leisya. “Eh, maaf kaki kamu luka, aku obtain ya, kita ke rumah tante gue aja, gak jauh kok dari sini.”kata Leisya. Ia masih tidak percaya bahwa yang digandengnya itu Bakti.
Di sana Bakti meceritakan semuanya. “Perusahaan ayahku bangkrut. Dan ibu gue bunuh diri, Sya. Ya beginilah keadaan gue sekarang, anak piatu yang malang. Sekarang gue miskin, gue juga gak tau bokap gue sekarang ada di mana. Gue yakin loe pasti gak akan pernah mau nerima gue lagi. Maka dari itu gue mutusin buat pergi jauh dari hidup loe. Gue gak mau ngeganggu loe lagi. Gue pengen loe hidup seneng.”
“Seneng? Maksud kamu apa? Kamu tuh egois, kamu gak ngehargain perasaan aku. Kamu seenaknya aja pergi tanpa pamit. Aku menderita, Bak. Aku sayang banget sama kamu. Aku gak bisa ngelupain kamu, dan gak akan pernah ada orang yang bisa ngegantiin kamu.” Rupanya kantung mata Lesya sudah tidak sanggup menampung air mata yang ditahannya. Leisya pun akhirnya menangis sambil memeluk Bakti.
“Maafin gue Sya, gue harus pergi. Masih banyak koran-koran yang belum gue anterin hari ini. Dan tolong, loe jangan manggil aku-kamu lagi, pake aja gue-loe. Sekarang kan loe udah bukan milik gue lagi. Loe udah jadi milik orang lain.”kata Bakti sambil melepas pelukan Leisya dan beranjak pergi.
“Ntar dulu. Aku yakin masih banyak yang belum kamu ceritain sama aku.”
“Gak ada, Sya.”
“Bak, aku gak suka kalau kamu gak jujur sama aku. Aku udah kenal lama sama kamu. Sekarang aku mau kamu ceritain semuanya. Aku tahu kamu masih nyimpen unek-unek di hati kamu.”
Bakti terdiam sejenak. Akhirnya ia kembali duduk dan menceritakan apa yang masih ingin ia ceritakan kepada Leisya.
“Setelah gue miskin, gue mutusin pindah sekolah ke Jakarta. Karena gue tahu, gue gak akan mampu bayar sekolah di sana, ongkos pergi ke Ausi aja gue udah gak mampu. Ferdi datang dan nawarin gue kesepakatan. Gue harus mutusin loe dan pergi jauh dari hidup loe. Dengan cara itu, ayah Ferdi bersedia ngasih gue beasiswa sekolah di Jakarta.” Sejenak Bakti menghela nafas dan kembali meneruskan dialognya.
“Gue terima kesepakatan yang dirancang Ferdi. Dan gue jalan sama cewek yang enggak gue kenal. Gue berharap bisa ngelupain loe.”
Leisya hanya memandangi Bakti. Matanya tidak lepas memandangi Bakti sedari tadi. Tak percaya bahwa orang yang dicintainya ternyata begitu pengecut. Ia mengambil gelas yang berada diatas meja dan menuangkan air ke dalamnya. Dengan tangan yang gemetaran dan hati yang penuh keyakinan, Leisya menumpahkan air tersebut ke wajah Bakti.
“Pergi loe, Bak. Loe cowok paling egois yang pernah gue kenal. Gue enggak akan penah mau ketemu sama loe lagi. Loe pikir gue bahagia sama Ferdi? Hampir setiap hari gue nangis mikirin loe. Gue takut loe kenapa-napa. Loe jahat Bak, loe jahat…” Bakti memeluk Leisya dan mengelus-ngelus rambut lurus milik Leisya sambil berbisik “Gue sadar kalau ternyata selama ini gue salah. Gue terlalu sayang sama loe, gue gak bisa ngelupain loe. Sekarang…” kalimat Bakti terhenti melihat Ferdi ternyata sedang berdiri di samping pintu, membuat Bakti melepaskan pelukan itu. Ya, mungkin sedari tadi Ferdi  memang sudah ada di sana.
“Sekarang, gue ngerti. Kalau cinta itu gak bisa dipaksain. Bak, Leisya sayang banget sama loe. Gue lebih milih ngalah, gue rela Leisya jadi milik loe lagi. Soal sekolah loe, bokap gue bilang kalau dia bakal tetep ngasih beasiswa asal loe harus mertahanin nilai-nilai loe.”senyum manis Ferdi mengakhiri pernyataannya.
“Loe serius, Fer?”
“Ya, iyalah 2 rius malah.”
“Thanks banget, man.”ucap Bakti seraya bersalaman tanda persahabatan dengan Ferdi. Kemudian Bakti membalikkan badannya menghadap Leisya.
“Sya, loe mau kan jadi cewek gue lagi. Gue sayang banget sama loe. Ya, mau ya? Please…” ujar Bakti sambil menirukan gaya seorang pangeran yang meminta seorang putri cantik untuk menjadi kekasihnya.
“Ya, gimana ya,….Ehm, itu sih tergantung.”
“Tergantung?”
“Kamu harus janji gak akan pernah ninggalin gue lagi dan enggak boleh egois lagi!”
“Iya, aku janji, honey..


October 6,2007  12.47

No comments:

Post a Comment