I Luv U
“Hai, aku Putri Tami.”
“Hai, aku Pangeran Angga.”balas cowok keren yang berada di depanku itu. Matanya besar dan sangat indah. Senyumnya membuatku melayang-layang di angkasa.
“Sudikah Putri berdansa dengan saya?”
Aku mengangguk, dan membiarkan tubuhku didekapnya dengan hangat. Kami berdansa berputar-putar mengelilingi air mancur yang indah itu. Aku memakai gaun yang begitu indah, melambai-lambai ketika digerakkan. Kulitku yang cokelat kini berubah menjadi kunig langsat dan tampak halus. Rambutku yang panjang tergelung dengan manis. Aku memang bak bidadari, pikirku.
“Apa Putri merasa bosan? Sudikah Putri berciuman dengan saya?”
Oh, tidak! Bagai mimpi. Tentu saja tak kusia-siakan kesempatan yang kurasa bakal langka ini. Pangeran mendekatkan mukanya padaku dan memanyunkan bibir merahnya.
Ho..ho..ho..begitu lucu mimik wajahnya, mengingatkanku pada tokoh Shinchan yang mesum.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Oh, malangnya diriku. Kehilangan kesempatan emas. Entah mengapa, aku tidak dapat bernafas. Aku terjaga. Semakin lama hujan semakin deras. Pangeran tiba-tiba berubah menjadi seekor serigala seperti di film “Beauty and The Beast”. Makhluk mengerikan itu mencekikku, aku ingin sekali berteriak tetapi cekikannya yang semakin kuat membuatku tidak bisa berteriak bahkan tidak dapat bernafas. Leherku diangkatnya, hujan deras membuatku tidak bisa melihat apa-apa. Aku mulai berontak. Aku mengamuk bak ayam yang telah disembelih menanti ajalnya. Hatiku berteriak, Tolooong!
BRAK!
Aku terjatuh dari tempat tidurku. Kulihat tempat tidurku berantakan. Guling, bantal dan selimut sudah tidak berada di tempat yang seharusnya. Bahkan handphone kesayanganku tergeletak cukup jauh. Mungkin terlempar tadi ketika ku mengamuk.
Aku teringat mimpi yang baru saja menemaniku. Kapan aku punya cowok? Tak kusadari, ternyata aku sudah menjomblo selama 2 tahun. Mungkin aku terlalu munafik untuk mencari cinta yang ada. Dari SMP, aku punya impian mendapatkan cowok yang tajir, keren, tinngi, putih, cakep, jago basket, anak band, dan kacaunya anak genk-motor. Aku mungkin memang terlalu muluk and termasuk orang yang pemilih dalam urusan cowok. Tetapi pengalaman yang akan menimpaku, membuatku merubah pola pikirku.
Aku mengenal pria itu dari temanku. Namanya Adit, dia anak yang baik. Kami hanya memerlukan waktu 5 hari sampai akhirnya kami jadian. Ia menyatakan cintanya padaku di telepon. Tak gentle memang. Itu pun berkat Mak Comblang ku, ya teman-teman yang dengan setia mencarikan pacar untukku. Mereka menyuruhnya menembakku hari itu juga. Rupanya, teman-teman sudah mengetahui sifat jelekku. Aku memang orang yang plin-plan. Sekarang aku bisa mengatakan bahwa aku menyukainya, tapi besok belum tentu aku berpikiran hal yang sama.
“Nelly, Adit suka sama kamu…”
Deg, HUAAA….. aku berteriak dalam hati, akhirnya cowok ini mengatakan hal yang selama ini kutunggu-tunggu.
“Ah, masa? O, iya?” aku pura-pura oon. Berlagak sok cool, padahal hatiku berjingkrak-jingkrak tak karuan.
“Eeh, gimana ya? Ntar aja deh, aku sms kamu, ok?” akhirnya, kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku. Pemuda manis yang sedang meneleponku mengiyakan usulku.
“Sorry, Nelly enggak..”ku kirim pesan itu padanya. 15 menit kemudian, rupanya ia belum juga membalas sms-ku. Aku mulai resah, padahal kan aku hanya bercanda, berpura-pura menolaknya.
“Sorry, Nelly enggak bisa nolak.” Ya, walaupun kami baru kenal, tapikan tak ada salahnya dicoba. Jangan bilang tidak, bila kita belum mencoba. Lyrik lagu BBB terngiang di telingaku.
5 menit kemudian, pesan balasannya datang padaku.
Asyik, berarti sekarang kita udah jadian dong! Nel, Adit seneng banget bisa di terima sama kamu. Adit janji enggak akan nyakitin kamu. Makasih ya Nel, kamu baik banget. Adit sayang sama kamu. Muaccchh….
Oh, thanks God. Akhirnya, aku bisa melepas jabatan jomblo yang telah menempel di imageku selama 2 tahun.
Esoknya, dengan tersipu-sipu aku masuk ke kelas. Menyapa semua orang dan menunjukkan wajah bahagiaku dengan genitnya. Ya, aku memang pantas bahagia, pikirku. Teman-teman sekelasku merasakan ketidakberesan pada diriku. Setelah beberapa lama mereka memaksaku, akhirnya aku mengaku bahwa aku bukan jomblo lagi. Aku dan Adit pacaran. Teman-temanku berteriak tak karuan. Mereka bergiliran memberikan selamat padaku, memang sih agak berlebihan.
Siangnya, ternyata kabar telah tersiar luas. Tak kusangka akan begini kejadiannya. Aku sangat kaget melihat anak IPS datang padaku memberi ucapan selamat. Di antara mereka, ada Adit. Kemudian ia menarik tanganku keluar dari kerumunan, “Nel, Maafin Adit ya, tapi sumpah! Adit enggak bilang apa-apa kok! Mereka tau dari Gilang, tadi Si Gilang datang ke kelas IPS ngasih tau yang lain. Adit juga enggak tau Si Gilang tau dari mana.”
Deg! Aku tersenyum masam padanya. “Bukan salah kamu kok, Nelly yang ngasih tau Gilang, tadi Nelly cerita ke IPA 1, maaf ya.”
“Kok kamu yang minta maaf? Adit yang minta maaf, takutnya kamu malu, enggak apa-apa kan ?”
“ Ya gak apa-apa kaliee…..” diteruskan dengan tawaku. Aku menyukai kepolosan dan keterusterangannya.
Tepat hari jadi kami seminggu, malam itu dia mengajakku ke pesta ulang tahun temannya. Pastinya, malam itu aku dibantu kakakku berdandan secantik mungkin. Di tengah jalan, aku bertanya padanya “Adit, bawa kado enggak?”
“Enggak, gak usah.”
“Masa enggak bawa? Enggak mau ah, harus bawa kado. Ke toko yang deket sini aja.”
“Ya udah, tapi dari kamu aja duitnya. Soalnya aku lagi enggak bawa duit nih!”
“Oh, iya. Ya udah.”
Hari pertama kami nge-date, aku yang membayar. Aku sama sekali tak menyalahkan dirinya. Toh, itukan hal yang di luar kendali, alias di luar rencana.
Second date, aku mengajaknya nonton teater sekolah kami di suatu pagelaran seni. Walaupun tiket aku beli sendiri. Ketika pulang, aku mengajaknya makan bakso di tempat favoritku. Kemudian aku mengusulkan aku saja yang membayar makan, karena dia tadi sudah membeli bensin. Aku begitu senang ketika ia setuju dengan usulku, itu berarti dia bukan orang yang gengsian. Ketika makan, kami mengobrol cukup akrab. Entah bagaimana caranya membuatku yang kaku bila berhadapan dengan cowok merasa luwes dan bisa tertawa santai layaknya teman yang lama tak berjumpa. Sikapnya yang santai dan suka tertawa membuat kami menjadi lebih akrab.
Ku nikmati hari-hariku bersamanya. Mengobrol, bercanda bersama. Perasaanku mulai tidak enak setelah seminggu kami jalani. Dia memang terkenal menyenangkan dan supel, tapi aku mulai merasa bosan dengan hubungan ini. Aku ingin bebas.
Sampai akhirnya setelah 1 bulan kami bersama, aku memberanikan diri bilang putus padanya. Namun, dia menolak.
“Memangnya salah Adit apa?”
Aku bingung ketika ia menanyakan hal itu. Oh, bodohnya aku, kenapa aku tak mempersiapkan alasan untuk putus dengannya sedari kemarin!
Aku hanya tersenyum dan berkata “Gak apa-apa kok, bukan kamu yang salah, Nelly yang salah. Maaf ya.”
Walau ia terus memaksaku, tapi aku tidak mau menjawabnya. Mana mungkin aku berkata bahwa aku telah bosan dengannya. Pasti nanti ia akan berpikir kalau aku ini cewek yang enggak bener. Baru 1 bulan, sudah merasa bosan. Toh, kami kan tidak jadi berpisah. Jadi tak perlu ku katakan yang sebenarnya.
“Nel, gimana? Masih sama Adit?” tanya Viana.
“Masih.”
“Kamu sayang enggak sama Adit?”
“Gak tau.”jawabku ketus.
“Yang bener? Dia tuh sayang banget sama kamu. Dia bilang ke aku, Selvia, Rike kalau dia tuh sayang banget sama kamu. Jangan gitu dong. Masa enggak tau perasaan kamu sendiri?”
“Kayaknya enggak.”kalimat frase itu mewakili perasaanku. Aku memang tidak tahu perasaanku yang sesungguhnya.
“Nel, kita enggak akan langgeng pacaran sama seseorang, kalau kita enggak sayang sama dia. Kalau kamu sayang sama dia, setiap kamu ada didekatnya, kamu pasti bakal ngerasa disayang sama dia dan ngerasa dilindungin. Kalau pacaran tuh harus di rasain, dinikmatin” katanya sambil berlagak sok tua.
“Whahaha, dinikmatin? Makanan kale, dinikmatin!”
“Beneran, pacaran tuh enak lagi. Ah, kamu pasti enggak ngerti. Kamu harus belajar buat sayang sama dia, Nel.”senyum genitnya mengakhiri kalimatnya. Walaupun seringkali aku gatal melihat tingkah lakunya yang genit dan centil, tetapi ia selalu bisa diandalkan sebagai penasehat cinta di sekolah kami. Aku menuruti saran teman baik yang menemaniku sedari SD sekaligus Mak Comblang kepercayaanku itu.
Setiap hari, aku mencoba belajar menyayangi Adit. Aku mendengarkan setiap ceritanya. Aku ikut dengannya ke berbagai acara yang diisi oleh bandnya. Dari sana , aku semakin mengerti pola pikirnya, sifat baiknya dan sekaligus sifat buruknya.
3 bulan aku lalui bersamanya, dan aku merasa semua ini sudah cukup. Semua ini harus berakhir. Aku sudah tak kuat, aku ingin bebas seperti dulu. Aku rindu mengeceng cowok-cowok cakep and tajir, dan bebas mendekati lelaki yang kusuka.
Kuceritakan semua isi hatiku pada teman-temanku. Hampir semua teman-temanku tidak setuju aku putus dengannya, kata mereka aku harus mensyukuri yang ada. Adit sangat sayang padaku. Di sisi lain, 2 temanku mengatakan lebih baik aku putus dengannya. Masa cewek yang ngebayarin cowok. Terus-terusan pula. Punya cowok tuh harus tajir, harus bisa dimanfaatin. Cewek tuh matre bukan karena apa-apa, tapi memang kebutuhan yang membuatnya seperti itu, begitu katanya.
Aku mengajaknya bertemu di tempat favorit kami. Ketika bertemu, kami saling tersenyum. Walaupun di hatiku, aku gugup melihatnya. Tak tega memang, tapi harus bagaimana lagi. Aku ingin semuanya selesai hari ini juga.
“Nel, ada yang mau Adit omongin sama kamu.”
“Apa?”
“Maaf ya, sebenarnya……. Tapi kamu jangan marah, please Adit mohon, jangan marah.”
Oh, no. Tak kusangka, ternyata dia yang akan bilang putus. Bagaimana mungkin ia tega memutuskanku, tapi ah…. Bagus juga, toh itu berarti aku tidak perlu berbasa-basi untuk putus dengannya.
“Iya, ngomong aja.”
“Kamu tuh terlalu dingin. Kalau di-sms lama dijawabnya, kadang juga enggak dijawab. Di sekolah, kalau ketemu enggak nyapa. Bahkan temen-temen Adit bilang kita kayak yang enggak pacaran.”
Aku hanya tersenyum kecut mendengar pengakuannya.
“Oh, maaf ya. Nel janji, enggak akan kayak gitu lagi.” Aku menghela nafas dan kembali melanjutkan kalimatku. “Yang tadi, sebenarnya Nelly pengen putus. Gak apa-apa kan ?”
Aku melihat wajahnya. Raut wajahnya berubah menjadi begitu kusut dan sedih. Tak lama kemudian matanya berkaca-kaca. Ia mendekap wajah dengan tangannya dan tidak mengatakan sepatah katapun.
Tidak! Apa yang aku lakukan? Puas kamu Nelly? Telah menyakiti orang yang selama ini menyayangimu? Oh, tidak! Apa yang telah aku lakukan! Mengapa aku merasa menjadi orang yang paling kejam sedunia? maaf Adit, maaf…
Tak terasa, tetes air mata mulai membasahi pipi chabiku satu per satu. Tak kusangka akan begini ceritanya. Dari semua mantanku, hanya ia yang berhasil membuatku menangis. Tapi apa boleh buat, aku telah mengatakannya. Mungkin ini memang saatnya bagi kami untuk mengakhiri hubungan ini.
“Ya udah, terserah kamu aja. Kalau menurut kamu itu yang terbaik, aku nurut aja. Sekarang mau kamu apa?”
Aku bingung dan lagi-lagi aku melontarkan kalimat yang tidak aku pikirkan.
“Ya udah, besok aja keputusannya.”
Besok, besok, besok lagi, kemudian besoknya…. 5 hari aku menunda keputusanku. Aku bingung, aku kasihan padanya. Hingga hari itu tiba, dan aku memutuskan putus dengannya. Ia mengangguk perlahan dan lagi-lagi aku terpaksa melihat wajah sedihnya.
“Salah Adit apa? Pasti ada alasannya kan , kamu minta putus.”
“Sebenarnya bukan kamu yang salah. Nelly yang salah, maaf ya.. Kamu cowok pertama yang bikin Nelly nangis. Kamu anaknya baik. Tapi kamu anaknya suka maksa, terus suka enggak mau cerita kalau punya masalah.”
Hanya kalimat itu saja yang ke sampaikan sebagai alasan putus. Aku bicara ceplas-ceplos, keluar dari scenario yang telah kususun rapi. Kata-kata yang aku bikin sedari kemarin, ternyata sia-sia. Aku tiba-tiba blank sekaligus speechless ketika berhadapan dengannya. Ia terus saja memaksaku mengatakan hal lain yang membuatku ingin putus dengannya, tapi aku hanya terdiam dan berkata “Itu aja, kok.” Tak kuasa ku berkata yang sebenarnya, bahwa aku termakan omongan teman-temanku dan aku juga ingin terlepas dari status sudah punya pasangan, yang membuat para cowok menghindar dariku.
“Adit sayang samu kamu. Maaf, Adit nyesel, enggak bisa ngasih yang terbaik buat kamu. Adit do’ain, semoga kamu dapetin yang lebih baik dari Adit. Kamu cewek pertama yang bikin Adit jatuh cinta. Adit enggak akan mau punya cewek lagi selain kamu.”
Ya, ya, ya, cowok dimana-mana ngomong kayak gitu kalau diputusin, keluhku dalam hati.
“Tapi nanti Adit boleh kan nembak kamu lagi?”
“Ya iya lah, kenapa enggak.”
Ia mengangkat kepalanya dan mengangguk dengan pucat. Kemudian memelukku dengan erat.
Di pensi sekolahku, ia memainkan gitar dan bernyanyi dengan suaranya yang nyaring. Alunan lagu “The Beatles” Sang Legendaris yang mereka mainkan terdengar begitu mirip yang asli. Anak-anak seantero sekolahku yang sedari tadi hanya menepuk-nepukan tangannya melihat performance band sebelum Grow Beatles, kini mereka turun ke lapangan dan berjingkarak-jingkrak sambil mengangkat tangan mereka. Aku dan teman-temanku pun tak mau kalah, kami ikut turun ke lapangan dan menari rock n roll bersama. Ku lihat sekeliling, lapangan rupanya sudah penuh dengan para pecinta rock n roll. Ku lihat Adit, ia terlihat sangat keren di atas panggung sana . Terbersit rasa penyesalan di benakku, tapi kemudian aku langsung menghapusnya. Aku benci jika aku menyesali sesuatu yang telah aku perbuat.
Adit semakin sering ikut mengisi acara di berbagai pensi-pensi, tampil di televisi lokal, di radio, dan di majalah khusus SMA di Bandung. Aku tidak kaget ketika ia memintaku menjadi kekasihnya lagi, namun yang membuat aku kaget adalah ia menembakku ketika ia mengisi acara di salah satu televisi lokal. PD benar cowok ini, pikirku. Malamnya, sebuah suara menyela screaming Burger Kill yang menemaniku mengerjakan novel.
“Telepon, dari Adit.”mama mucul dari balik daun pintu kamarku.
Aku mengecilkan volume radio dan berjalan ke ruang tengah. Aku yakin, topic pembicaraan kali ini adalah pengakuannya tadi sore di televisi.
“Sorry Adit, kita lebih baik temenan aja.”
Aku menolaknya. Lagi-lagi terdengar lirih suaranya yang terdengar menyedihkan. Sebelumnya, setelah putus ia telah menembakku sebanyak 4 kali. Ya, itu karena teman-temanku yang sekaligus temannya juga. Mereka bilang, Adit kini berubah. Ia menjadi orang yang sombong, sok artist dan menyebalkan. Aku hanya ingin membuatnya sadar, ia tidak boleh sombong. Toh, pasti tidak enak kan , kalau memiliki pacar yang dijelek-jelekkan oleh teman sendiri. Sampai akhirnya hari itu tiba, ketika ku sadar aku sudah keterlaluan.
Aku datang untuk melihat penampilan bandnya di salah satu SMA swasta di kotaku. Aku diantar pulang olehnya. Kebetulan letak sekolah tersebut jauh, sehingga kami memilih melewati jalan pintas agar tidak sampai ke rumah larut malam. Kami melewati sungai, padang rumput, sawah, jalan yang becek dan berbatu. Tiba-tiba ia mematikan motornya. Ku lihat ke sekeliling. Jalanan tampak lengang, tak ada orang satupun selain kami. Ketika ku membalikkan badan, ku lihat pemandangan Kota Kembangku, Paris Van Javaku. Begitu indah, dari sini kami bisa melihat keindahan seluruh Kota Bandung yang tercinta pada malam hari. Aku melihat ke arahnya, dia terlihat gugup malam itu. Saat itu juga, aku tersadar ia akan menyatakan cintanya lagi padaku. Tanpa basa-basi, aku langsung menghindar dari arah pembicaraanya.
“Pulang aja yuk! Udah malam, mama pasti khawatir. Kalau ada yang mau diomongin, mendingan besok aja.”kataku.
“Tapi besok Adit boleh kan main ke rumah kamu?”
“Enggak bisa, besok dari pagi sampai malam, Nelly mau pergi sama temen-temen. Sorry ya, kapan-kapan aja.”hindarku. Tapi memang pada kenyataanya, besok aku sudah berjanji akan pergi dengan teman-temanku.
Esoknya, aku membeli baju Rollink Stone. Sengaja aku membelinya agar aku bisa membuktikan padanya bahwa aku mendukung gaya rock n roll yang menjadi style-nya. Sore itu, aku mematut diri di cermin sambil membayangkan setiap hari aku ke sekolah diantar vespa-nya seraya memeluk punggungnya yang hangat itu. Ya, sepertinya aku telah bertobat. Tak ada salahnya jika tali hubungan ini dirajut kembali. Aku tersenyum-senyum sendiri di depan cermin sambil berputar-putar bergaya ala model. Aku tak sabar menunggu hari esok, ketika ia akan menyatakan cintanya padaku. Dan tak perlu diragukan, aku pasti akan menerimanya.
Hentakan musik hip-hop Missy Elliot membuatku terkaget. Sms dari Adit! Oh, senangnya… Pasti dia tadi menulis kalau Adit sayaaaang banget sama Nelly. Haha..
Tawa dalam hatiku terhenti, air mata menetes begitu saja. Tanganku bergetar, tak kuasa ku menahan berat hp fliptop-ku itu.
BUG!!
Untung saja terjatuh ke kasur berwarna ungu kesukaanku. Tapi, kalaupun hp-ku terjatuh ke lantai, rasa sakit yang dirasakannya pasti tak akan menandingi rasa sakit yang kini kurasakan. Badanku lemas, aku melamun sejenak sambil mengumpulkan energi dalam tubuhku. Ku lihat lagi sms darinya
Adit enggak mau ketemu sama kamu lagi. Adit udah sakit hati banget sama kamu. Lebih baik, anggep aja kita enggak pernah kenal. Jangan kaget kalau di sekolah Adit enggak akan nyapa. Cuma itu satu-satunya cara ngelupain kamu. Adit benci kamu. Suck!
Masih kuingat, 17 hari kami bermusuhan. Apabila berpapasan, pasti langsung berbalik arah. Aku muak, putus bukan berarti harus musuhan kan ?
Aku mendekatinya, “Maaf, Adit.”
“Enggak perlu minta maaf, Adit yang salah. Cuma itu satu-satunya cara ngelupain kamu. Adit enggak tau harus gimana lagi. Kamu pasti udah dapat pengganti Adit, ya kan ?”
“Enggak kok, gak ada. Single donk Aku lagi enggak deket sama siapa-siapa kok”
“Jomblo?”
“Bukan jomblo, tapi single. Kan , single itu pilihan, jomblo itu takdir. Hehe.. Kamu?”
“Lagi deket sama anak kelas 1, namanya Anel. Namanya mirip kamu, ya? Adit masih sayang sama kamu. Tapi kata Anel, rasa sayang Anel sama kayak rasa sayang Adit ke kamu. Kita sering sms-an. Ketemu juga sering kok, anaknya baik dan lucu.”
Oh, sakit memang. Tapi aku mencoba berbesar hati, belum tentu aku sanggup menyayanginya seperti Anel menyayanginya. Aku pernah merasakan hal yang Anel rasakan, menyukai kakak kelas. Dan pasti, apabila cintanya disambut, pasti ia akan merasa super duper senang.
“Ya udah, kamu jadian aja sama dia. Gampang, kan ?”
“Kamu gimana, Nel?”
“Ya enggak apa-apa lah, siapa gw gitu loh? Aku-aku, kamu ya kamu. Nelly kan enggak punya hak ngelarang kamu. Toh, Nelly bukan siapa-siapanya kamu.”
Ia berdiri perlahan “Dah, Nelly.” Hanya itu yang diucapkannya sebagai penutup pembicaraan kami kala itu.
Aku melihat Adit terpojok di sudut bangku sekolah. Dari raut wajahnya, bisa ku baca ia sedang sedih. Aku tak suka melihat wajah sedihnya, entah mengapa mataku berkaca-kaca melihatnya. Aku menyuruhnya berpacaran dengan Anel bukan untuk melihat wajah sedihnya, melainkan aku ingin melihatnya bahagia. Mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkannya dariku. Hampir setiap hari teman-temanku mengatakan padaku bahwa Adit tidak menyukai Anel. Bahkan sempat ku mendengar Adit minta putus, tetapi Anel menolaknya.
Aku merindukan Adit. Aku merindukan tawanya, leluconnya yang membuatku tertawa terbahak-bahak, senyumnya, wajah manisnya ketika menyanyi di panggung, pelukan hangatnya yang membuatku merasa di lindungi. Kenapa aku baru menyadari bahwa aku menyayanginya? Kenapa tidak sedari dulu? Aku kini hanya bisa menangis sambil mengenang masa lalu. Dan kuingat kemarin ketika aku sakit, ia datang menjengukku dengan wajah yang berbeda. Dari sorot matanya, bisa ku lihat aku bukanlah seorang lagi di hatinya. Entah mengapa, tapi aku sangat yakin. Ia telah membagi cintanya. Ingin ku bertanya “Bagaimana Anel, sukseskah?”
Tapi lendir batuk di tenggorokan menahanku untuk tidak mengatakannya. Aku teringat dengan lyric lagu Juliette “Bukannya aku takut akan kehilangan dirimu, tapi aku takut kehilangan cintamu.” Ya, lagu itu mewakili isi hatiku. Ku ingin kembali…ku ingin kembali… Kembali dengannya berdua menjalani hari-hari kami.
Aku tahu, kini ia telah menjadi milik orang lain. Walaupun ia mengatakan Anel hanya sebagai pelarian, tetapi aku yakin, seiring waktu Adit pasti akan belajar mencintainya. Dan ramalanku menjadi kenyataan. Adit meneleponku, kami mengobrol bak teman yang sudah lama tak bersua. Ia cerita padaku tentang kisah hubungannya dengan Anel, kesuksesannya melupakanku, dan bercerita betapa kini ia menyayangi Anel. Dan aku harus berbesar hati dalam menghadapinya. Mendengar ceritanya yang begitu riang, aku tahu ia sedang bahagia. Aku bahagia jika melihat ia bahagia. Dulu, ia yang harus bersusah-payah melupakanku, tapi kini justru aku yang harus bersusah-payah melupakannya.
written on October 6, 2007
written on October 6, 2007
Mini Biodata Pengarang
Nama
|
:
|
Fiesty Utami
|
TTL
|
:
| |
Kelas
|
:
|
3 IPA 1
|
Sekolah
|
:
|
SMA Negeri 24
|
Judul cerpen
|
:
|
|
I like reading through an article that can make people
ReplyDeletethink. Also, thanks for permitting me to comment!
Have a look at my web-site big-time success (en.wikipedia.org)
Nice blog! Is your theme custom made or did you download it from somewhere?
ReplyDeleteA design like yours with a few simple tweeks would really make my
blog shine. Please let me know where you got your theme.
With thanks
Also visit my webpage ... http://helpdesk.authorityspyreview.net
Appreciating the time and effort you put into your website and
ReplyDeletein depth information you provide. It's awesome to come
across a blog every once in a while that isn't the same old rehashed material.
Great read! I've bookmarked your site and I'm including your RSS feeds to my Google account.
my page ... http://support.scfenghe.com
Hi there, I discovered your web site by way of Google even as looking for a similar matter, your web site got here up,
ReplyDeleteit appears to be like great. I have bookmarked it in my google bookmarks.
Hello there, just became aware of your weblog through
Google, and found that it is truly informative. I'm going to watch out for brussels.
I'll appreciate when you proceed this in future. Lots of other folks can be benefited from your writing.
Cheers!
Check out my page http://members.clairehunterphotography.com/
I read this post fully concerning the difference of hottest and earlier
ReplyDeletetechnologies, it's amazing article.
Also visit my web page :: step by step internet marketing
great points altogether, you simply received a new reader.
ReplyDeleteWhat may you suggest in regards to your post that you just made some
days ago? Any positive?
my web-site; members.scfenghe.com
Really when someone doesn't understand then its up to other viewers that they will
ReplyDeleteassist, so here it occurs.
my blog post: http://support.elvissightingbulletinboard.com
Inspiring quest there. What occurred after? Good luck!
ReplyDeleteHere is my site support.ganapatioccult.com